widgeo.net

Jumat, 01 November 2013

Kumpulan Cerpen Karya Kelas IX A 2011

Memang Bodoh atau Sial
Karya : Lu'luil Hayati

Minggu pagi yang cerah, Abdul dan ibunya sibuk mempersiapkan segala macam perlengkapan sekolah untuk Abdul karena besok dia akan masuk Sekolah Dasar. Hari yang ditunggu-tunggu Abdul pun tiba, dia bangun pagi sekali dan berangkat pagi pula. Sampai di sekolah, seluruh murid diminta memperkenalkan diri yang diawali dari bangku paling kanan sampai seterusnya.

Abdul merasa sangat senang bersekolah, hanya menggambar mangkuk terbalik saja dia sudah dapat nilai seratus. Segala yang dia alami di sekolah, selalu diceritakan pada orang tuanya. Malam itu Abdul belajar dengan sangat serius karena besok dia akan ulangan matematika namun dia tidak sadar bahwa waktu telah menunjukkan pukul 22.00 . Esok harinya setelah ulangan berlalu Abdul tertidur lelap karena kelelahan. Pak guru sangat bangga melihat semua muridnya dapat nilai seratus namun hanya untuk memastikan dia bertanya pada    murid-muridnya.

“Anak-anak! Apa ada di antara kalian ada yang mencontek pada saat ulangan?” seru pak guru dengan suara keras.
Abdul tersentak kaget lalu bangun dari tidurnya dikira namanya dipanggil.
“Saya pak” jawab Abdul dengan senyum lebar di wajah.

Hahahaha……seluruh temannya tertawa terbahak-bahak namun wajah pak guru terlihat mulai memerah.

“Abdul….! Cepat berdiri di dekat papan lalu angkat kedua tangan dan satu kakimu!” perintah pak guru.

     Abdul merasa sangat bingung, dia merasa tidak melakukan kesalahan kecuali tidur di kelas tadi. Sepulang sekolah, dia bercerita pada ayahnya tapi ayahnya malah tertawa. Hari berikutnya Abdul tidak terlihat seceria kemarin apalagi setelah melihat papan yang bertuliskan “Dilarang lewat, sedang ada perbaikan jalan” wajah Abdul makin muram karena terpaksa harus lewat jalan yang lebih jauh dari biasanya.

“Astaga…! Ada apa dengan hari ini…? bagaimana kalau aku telat sampai sekolah? Ya Allah….mudahan guruku sakit perut atau telat masuk sekolah atau apalah kalau sampai tidak terjadi lebih baik aku dikejar anjing saja” seru Abdul kesal.

Dan benar saja, dari belakang ada seekor anjing yang mengejar Abdul. Dengan sekencang dan seletih-letihnya Abdul berusaha menyelamatkan diri dan akhirnya masuk ke dalam rumah besar yang bertuliskan “SDN 1 Mandiri”. Abdul merasa sangat senang karena rumah besar itu adalah sekolahnya dan dia segera masuk ke kelasnya, tapi seperti kemarin, dia dihukum tidak ikut belajar sampai keluar bermain karena terlambat.

      Jam pelajaran kedua dimulai, Abdul orang pertama yang disuruh bernyanyi oleh pak guru. Kebetulan Abdul duduk tepat di depan pak guru.

      “Abdul ayo nyanyikan lagu yang sudah kamu buat!” seru pak guru.
      “You ugly but I am handsome, you stupid but I am cleaver, you short but I am tall………”
“Stop……! lagu apa-apaan itu, bukankah pak guru memberi tugas untuk membuat lagu ceria yang bisa membuat temanmu ikut ceria” seru pak guru
“Maaf pak guru, tapi lagu yang saya nyanyikan tadi adalah lagu ceria buktinya semua teman-teman tertawa” balas Abdul.

Dan benar saja semua murid-murid di kelas tertawa terbahak-bahak.

“Terserahlah …. anak-anak waktu sudah habis, kalian boleh pulang” jawab pak guru bingung.

     Setelah semua muridnya pulang, diam-diam pak guru menyanyikan lagu yang dinyanyikan Abdul tadi. Dengan suara segan dia mengatakan kalau lagu Abdul bagus juga. Abdul pulang dengan wajah heran dia berpikir apa lagunya jelek  atau memang suaranya yang jelek.
     
“Abdul … kamu pulang pagi sekali hari ini?” Tanya bapaknya.
      “Pak tadi aku nyanyi tapi pak guru malah nyuruh aku berhenti nyanyi” seru Abdul.
      “Memangnya lagu Abdul seperti apa?”Tanya bapaknya.
“You ugly but I am handsome, you stupid but I am cleaver, you short but I am tall………”
“Hmm padahal lagu Abdul bagus sekali, bapak juga bingung” jawab bapaknya sambil menahan tawanya.

      Abdul jadi bertambah bingung dia berpikir mungkin bapaknya juga bodoh karena bapaknya adalah orang desa bukan guru bahasa inggris lagipula dia mengakui kalau suaranya jelek tapi setidaknya lebih bagus dari suara vokalis grup band Linkin Park.
      Abdul berpamitan dengan orang tuanya pagi itu lalu berangkat menggunakan sepeda bututnya yang dipikirnya keren seperti vokalis Linkin Park yang sedang naik motor ninja keluaran terbaru. Sampai di sekolah, semua orang seperti tersihir oleh sepeda Abdul dan hal itu membuat Abdul semakin angkuh.
     
“Hai semuanya! aku keren kan?” seru Abdul sambil melaju kencang tanpa mengerem.

    Yah apa jadinya kalau orang menabrak tiang bendera dengan kecepatan maksimal. Sebelah mata Abdul terpaksa diperban bukan karena berdarah tapi hanya karena lebam dan malu.

       Abdul masuk ke kelas dengan keadaan seperti itu namun ada juga untungnya, pak guru saat itu bersikap baik sekali pada Abdul, apapun keinginan Abdul selalu dipenuhi oleh pak guru. Pagi itu Abdul diberikan buku cerita oleh pak guru, buku itu menggunakan bahasa yang aneh pikir Abdul. Pada buku itu beta berarti aku, Abdul sangat bingung tapi juga senang karena dia mendapat bahasa baru.
Di tengah pelajaran, orang tua dari siswa bernama Beta menelpon pak guru dia bilang kalau Beta sakit karena sering dipukul.

“Oh ya pak saya mengerti, saya pikir Beta senang dipukul karena setiap saya pukul dia selalu diam” jawab pak guru tanpa merasa bersalah sedikitpun.

     Tanpa sengaja, Abdul mendengar perkataan pak guru, dia hanya mendengar pak guru mengatakan beta senang dipukul. Abdul ingin menyenangkan hati gurunya akhirnya dia maju ke depan dengan gagah berani lalu memukul gurunya. Gurunya merasa kesakitan lalu dengan gerak reflek, gurunya memukul sebelah mata Abdul yang tidak diperban dan akhirnya kedua mata Abdul jadi sama-sama lebam. Entah kenapa kelas tiba-tiba jadi hening karena kejadian itu, tak ada seorang pun yang berani berbicara begitulah seterusnya sampai bel pulang berbunyi. 



Guru galak
Karya : Baiq Kartika Wulandari

Malam semakin gelap, tak terasa waktu pun berjalan amatlah cepat. Syifa yang masih sibuk dengan laptop dan tugas Bahasa Jerman nya terpaksa harus menahan ngatuk dan pedihnya mata. Tugas Bahasa Jerman yang ia kerjakan sebentar lagi selesai. Namun tanpa ia sadari malam semakin larut, tak terasa sudah pukul 20.00. Seisi rumah pun seakan tak berpenghuni. Papa, Mama, dan saudara-saudara Syifa telah terlelap dalam tidur mereka. Seriring berjalannya waktu tugas Syifa pun selesai. “ Alhamdulillah ini tugas udah jadi, huamm saatnya tidur.” ucap Syifa tersenyum senang. Syifa pun tertidur lelap dalam gelapnya malam.

Keesokan harinya Syifa bangun terlambat. Hari ini tampak cerah dengan matahari yang bersinar menyusup masuk ke dalam kamar Syifa. Syifa masih berbaring di atas tempat tidurnya, padahal hari sudah siang.
“ Syifa, sudah pukul 06.30 nak, apa kau tidak sekolah ? ”“ Astaga.” jawabku dalam hati. “ Iya bu, Syifa dah bangun.” Sahut Syifa pada ibu.
“ Aduh.” Pikir Syifa. “ Gimana nih Syifa belum sholat subuh, kalo ibu tau pasti bakal di marahin.” kata Syifa. “ Aduh pasti gara-gara semalem.” ucap Syifa sambil ketakutan. Syifa pun bergegas untuk mengambil air wudhu. “Alhamdulillah, Syifa udah sholat.” ucap Syifa. 
         Syifa pun bergegas berangkat ke sekolah dengan sepeda kesayangannya si Pinky. Syifa keluar melalui gerbang depan dan melambaikan tangan kepada ibunya sambil mengatakan
“ Assalamualaikum ibu, Syifa jalan dulu.” ucap Syifa sambil melempar senyum pada ibunya. Ibunya pun menjawab “ Waalaikumussalam nak.” jawab ibu Syifa sambil melambaikan tangan kepada anak bungsunya itu.

Syifa mengayuh sepeda kesayangannya dengan amat kuat. Hari itu Syifa harap-harap cemas, karena hari itu dia bangun terlambat. Di tengah jalan Syifa bertemu dengan teman-teman sekelasnya yaitu Intan dan Gina. 
“ Intannn… Ginaaa… ” ucap Syifa dengan sangat keras. “ Tunggu aku, kalian cepet banget sih ngayuh sepedanya, Syifa sampe ngos-ngosan nih ngejer kalian berdua. “ ucap Syifa kembali.“ Maaf-maaf kita berdua buru-buru nih abis ini kan hari senin, lagian kita bakal apel bendera.” jawab Intan. “ Aduh udah deh buruan ngobrolnya entar kita kehadang sama Pak Satpam.” jawab Gina dengan takut. 
       Mereka pun mengayuh sepeda dengan sangat kencangnya dan tak lama kemudian mereka pun sampai di sekolah. Setelah menaruh sepeda mereka di parkiran, mereka pun berlari menuju kelas. Mereka datang tepat waktu. Bel pertanda di mulainya apel pagi pun berbunyi. Mereka bergegas berbaris di lapangan.

Apel pagi pun telah usai. Mereka masuk ke dalam kelas untuk belajar. Satu jam pelajaran telah selesai, akhirnya masuk jam pelajaran kedua yaitu Matematika, hari itu mereka sedang membahas materi tentang bangun ruang. Syifa dapat menjawab pertanyaan yang di berikan oleh Pak guru dengan benar begitu juga dengan Intan dan Gina. Dengan khusuk mereka semua memperhatikan penjelasan dari guru mereka. Tak terasa sudah tiga jam lamanya pelajaran itu berlangsung dan itu artinya pelajaran telah usai. Teng…teng…teng jam istirahat telah tiba, mereka pun menuju kantin untuk membeli makanan.

Perbincangan mulai terjadi di antara mereka. “ Ehh ke kantin yukk, udah laper nih.” ucap Gina. “ Yaaa.” jawab Syifa. Mereka pun bergegas menuju kantin sekolah.Di tengah keramaian kantin, mereka terjebak di antara banyaknya para siswa yang mengantri untuk berbelanja. “ Astagaaaa, gimana nihh fa ? kita balik aja yukk.” ucap Intan. “ Ya nihh, rame bener.” sahut Syifa. “ Saya nyerah aja kalo gini, hehh pake panas segala lagi.” jawab Gina. 
         Akhirnya mereka bertiga menyerah dan lebih memilih untuk keluar dari tengah keramaian kantin. Mereka lebih memilih tidak jajan di bandingkan harus berpanas-panasan di dalam sana. Setelah selang beberapa menit akhirnya kantin pun sepi dan itu merupakan kesempatan untuk mereka bertiga berbelanja, yahh walaupun jam istirahat tinggal sepuluh menit lagi. Tak apalah pikir mereka yang penting mereka bisa belanja.
              
            Selanjutnya jam pelajaran terakhir ialah Bahasa Jerman. Sebelum guru mereka datang semua siswa yang berada dalam kelas 3 B sibuk mengeluarkan buku tugas mereka. Mereka hanya memastikan apakah tugas yang mereka buat sudah jadi atau tidak. Jelas saja para murid kelas 3 B begitu karena guru Bahasa Jerman mereka sangat galak. Guru itu bernama Ibu Lina, beliau ialah guru tergalak di SMP Mulia Bakti. Detik-detik penantian pun berakhir, Ibu guru galak tersebut datang dan masuk ke dalam kelas.
 “ Ehh bu Lina dateng tuhh.” Sorak Intan kepada teman-temannya. 
         Semua murid duduk di bangku mereka masing-masing. Sesampainya di kelas Syifa yaitu kelas 3 B, bu Lina pun mulai menagih tugas yang telah ia berikan kepada kami.
“Kumpulkan tugas yang kemarin.” ucap bu Lina. Semua murid yang ada di dalam kelas tersebut termasuk Syifa, Intan, Gina, mengambil langkah kaki cepat. “ Cepat-cepat dasar lambat.” Kata bu Lina dengan nada marah. 
        Semua murid bergegas mengumpulkan tugas mereka. Sama seperti biasanya suasana kelas 3 B selalu hening ketika pelajaran Bahasa Jerman berlangsung. Guru tersebut memulai pelajarannya. 
Wie geht es Ihnen heute ? “ tanya bu guru. Maksudnya adalah bagaimana kabarmu hari ini ? atau kalo Bahasa Inggris biasa kita denger dengan kalimat How are you today ?  Seluruh siswa menjawab. “ Gar nicht so schlecht.” jawab mereka semua. Atau yang maksudnya adalah tidak terlalu baik atau not so bad. Akhirnya guru mereka pun bertanya kepada mereka semua dengan menggunakan Bahasa Indonesia, ”Apa maksud kalian mengatakan tidak terlalu baik, what happens class ? ” Ibu guru bertanya. Gina menjawab “ Nothing mom.” dengan nada rendah sambil menundukkan kepala. Guru itu terlihat kesal tapi dia masih meresa penasaran dengan para siswanya. “ Are you sure ? “ tanya ibu guru. “ Yeah mom, we sure.” jawab Syifa. Kemudian guru Bahasa Jerman itu pun mengatakan bahwa semua siswanya tegang ketika ia mengajar. 
       Semua siswa terdiam tanpa ada yang bicara sedikitpun. “ Ayolah… ibu bukan seorang serigala yang akan memakan kalian, ibu bersikap seperti ini karena ibu sayang sama kalian, ibu hanya ingin semua siswa-siswi ibu bisa memahami dan mengerti pelajaran yang ibu berikan. Cuma itu yang ibu mau nak.” sambut ibu guru. Semua siswa tersenyum melihat ungkapan guru Bahasa Jermannya itu. Mereka semua akhirnya mengerti, bahwa guru mereka melakukan itu semua karena guru tersebut sayang kepada mereka. 
   
         Dan pada akhirnya hubungan antara guru Bahasa Jerman yang terkenal sangat galak itu menjadi sangat akrab dengan murid-murid kelas 3 B. Syifa dan dua kawannya itu yaitu Intan dan Gina merasa sangat senang hari itu. Berkat ketulusan hati seorang guru yang mengajar para siswanya dengan sepenuh hati nya. Yang pada awalnya sering di anggap galak oleh para siswanya.



ODOROS
Karya : Rizki Wuri Widaryuni

        Aku adalah anak semata wayang dari seorang ibu rumah tangga yang bersuamikan seorang fotografer. Papa, begitu panggilanku kepada seorang Ayah, berada di rumah hanya delapan hari dalam sebulan tepatnya dua hari dalam seminggu. Tahu kenapa? Itu karena tour keliling kota untuk lomba atau di butuhkan jasanya oleh instansi-instansi tertentu. Dalam tour Papa ke luar kota, aku dan Mama tinggal berdua di rumah. Keluarga kami tidak memiliki pembantu rumah tangga sehingga semua pekerjaan rumah di urus oleh Mama, kecuali pekerjaan rumahku yang berhubungan dengan rumus-rumus matematika dan fisika. Satu-satunya kendaraan kami adalah satu unit mobil Toyota avanza berwarna putih bersih, warna mobil itu adalah atas usulanku yang di setujui Papa, selaku pembelinya. Kemanapun kami pergi pastinya menggunakan mobil itu.

         Pada suatu hari minggu, aku dan Mama pergi ke pasar tradisional. Tidak biasanya Mama mengajak aku turut serta bersamanya. Dan tidak biasanya pula Mama belanja di pasar tradisional. Rupannya Mama ingin sedikit berhemat pada akhir bulan itu. Uang pemberian Papa yang diterima Mama setiap awal bulan sudah terpakai untuk berbagai kepentingan Mama seperti arisan, beli perlengkapan kosmetik, perawatan wajah dan satu hal yang Mama rahasiakan yang tak ku ketahui.
“Ma, tumben ngajak Ira ikut belanja dan itu belanja ke pasar tradisional? Kan biasanya Mama belanja sendiri ke super market.” Kataku bertanya kepada  Mama seraya Mama sedang membuka pintu gerbang hendak mengeluarkan mobil dari kandangnya. “Ini kan akhir bulan sayang, uang Mama sudah mengecil nominalnya, jadi Mama mau hemat” Mama menjawab pertanyaan pertamaku. Dan kemudian aku mengajukan pertanyaan kedua. “Emang uda Mama pakai buat apaan sih uang Mama itu?” “Pertama, buat iuran uang arisan. Kedua buat perawatan wajah Mama. Ketiga, buat beli perlengkapan perawatan wajah Mama. Dan juga buat…… .” tiba-tiba Mama berhenti menjawab. “Buat apa Ma?” aku bertanya dengan penuh penasaran.  “Ada deh.” Kata Mama sambil tertawa pelan. “Yah Mama pelit” jawabku. “Nanti Ira tahu sendiri kok. Ayo sekarang berangkat, jangan lupa tutup pintu gerbangnya.” “Iya Ma.” Jawabku sambil menutup pintu gerbang yang bunyinya nyaring itu.
       Sesampainya di pasar setelah beres memarkirkan mobil, aku pun masuk bersama Mama. Tujuan pertamanya adalah membeli tempe, makanan kesukaan Mama, lalu udang makanan kesukaan Papa dan yang terakhir ikan laut makanan kesukaanku. Sebelum sampai ke tempat penjual ikan laut, aku menemukan penjual bubur merah dan sangat tertarik untuk membelinya. Aku membuat alasan agar bisa membeli bubur merah yang di jual  dekat penjual sayuran itu.
 “Ma, kita kan belum punya sayuran buat makan nanti. Bikin sayur asem yuk, tu bahannya ada di sana, dekat penjual bubur merah.” Kataku beralasan. “Emmm, iya juga ya. Ee Ira juga sambil mau beli bubur merah itu kan?” Mama mengiyakan usulan sekaligus alasanku sambil menebak apa yang ada dalam hatiku. “Hehe, Mama tahu aja” kataku sambil kengengesan.Akhirnya aku membeli Rp5000 bahan sayur asem dan Rp5000 bubur merah.“Masih anget kan bubur merahnya?” kata Mama memulai percakapan. “Masih Ma, belum odoros kan maksud Mama?”  “Odoros? Apa itu sayang?” Mama menjawab pernyataanku bingung.   “Eh kadaluarsa maksud Ira Ma” kataku menjelaskan. “Oh” kata Mama paham.

       Setelah selesai membeli semua kebutuhan sampai yang terakhir membeli ikan laut, akhirnya aku  dan Mama menuju tempat parkir mobil hendak benranjak pulang dari pasar. Sesampainya di tempat parkir mobil dan aku masuk ke mobil, teringatlah aku pada bubur merah yang ku bbeli tadi. Dan ternyata sudah tidak hangat lagi yang menandakan sudah lama.
 “Wah uda odoros” tanpa sadar aku kembali mengucapkan kata itu. Setelah menyadari bahwa bubur merah itu sudah tidak hangat. Tapi apa mau di kata, aku tetap memakan bubur merah itu dan rasanya tetap enak karena memang baru satu jam terlupakan.
Dalam perjalanan pulang Mama melalui jalur alternative yang terhindar dari kemacetan. Di tengah perjalan tiba-tiba mobil berhenti begitu saja.
“Kok berhenti di tengah jalan si Ma?” “Astagfirullahalazim! Ra ayo kita turun, dorong ke pinggir nanti kita di tabrak.” Kata Mama sedikit panic.
“Iya Ma, ayo cepet kita turun” kataku seraya Mama mematikan mesin mobil.
“Iya Ma, ayo cepet kita turun” kataku seraya Mama mematikan mesin mobil.“Satu, dua, tiga” Mama memberi aba-aba memulai mendorong mobil bersama-sama.
         Setelah berhasil meminggirkan mobil bersama Mama yang untungnya tidak mengganggu kelancaran lalu lintas di jalan alternative itu karena kendaraan masih senjang, aku bertanya-tanya apa penyebab mogoknya mobil itu dan mencoba mengecek dugaanku. Dan ternyata dugaanku benar, bahan bakar mobil sudah habis atau berada pada garis E yaitu Empty dalam bahasa Inggris dan Entek dalam bahasa Jawa yang berarti habis.
“Ma, bensin mobil sudah habis.” “Astaga, kemarin Mama lupa mau beli” “Ya udah sekarang Ira beliin. Sini uang Mama” kataku sambil menyodorkan tangan meminta uang. “Ini sayang hati-hati ya” “Iya Ma”  
           Akhirnya aku berangkat ke SPBU terdekat dengan membawa jerigen yang memang sudah di siapkan Mama sebagai antisipasi terjadinya hal seperti ini.Dalam perjalanan menuju SPBU yang jaraknya 2 kilo dari TKP mobil mogok, aku kehausan dan membeli minuman di toko dekat gereja, meminumnya di tempat dan  langsung pergi begitu saja, tanpa membayar. Dan mungkin hal itu yang membuat seekor anjing menggonggong dan akhirnya mengejarku. Akupun berlari sekencang kencangnya. 

           Dalam pelarianku yang dipenuhi kepasrahan itu, aku berteriak minta tolong dan sekali lagi mengatakan odoros. Bak mantra dari dunia sihir, seketika itu juga aku menoleh ke belakang dan anjing itu sudah hilang, dan ketika aku melihat ke depan lagi, telah berdiri seorang preman sangar yang sedang membawa batu hendak melempar anjing itu. Dan ternyata Allah menurunkannya untuk menolongku dari kejaran anjing. Tapi di balik itu aku juga takut karena sedang berhadapan dengan preman yang sikapnya terkenal jahat dan kejam. Apa yang akan dilakukan oleh preman ini? Pikirku.
Ya Allah tolonglah hamba” kataku tanpa sadar dan membuat preman itu melototi aku. 
        Akhirnya aku dibawa ke tempat tersembunyi dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba aku melihat hal yang tak terduga muncul di hadapanku, tenyata preman itu adalah seorang ibu-ibu. Dia menceritakan semuanya kepadaku tentang kehidupannya yang keras. Dia terpaksa menjadi preman, preman pemalak di pasar tempat Mama dan aku belanja tadi. Dia melakukan itu untuk menghidupi bayinya yang tanpa ayah itu. Ayah yang tidak bertanggung jawab, aku menghardik ayah bayi itu dalam hati. Ibu-ibu preman itu mengaku bahwa dia hanya memalak pedagang yang curang dan tamak. Dia selalu gagal dalam mencari pekerjaan, kehidupannya tidak kunjung membaik. Aku mengajaknya untuk mengucapkan kalimat istigfar, namun ternyata dia adalah seorang nasrani. Nasrani yang terlantar yang menurutku masih memiliki jiwa yang kuat dan pantas hidup. Hidup sebagai orang Islam yang sejahtera. Banyak ceritanya membuat air mataku jatuh sehingga lupa akan tujuanku. Dan untuk yang keempat kalinya aku mengatakan kata odoros itu lagi.
Odoros, aku harus pergi ke SPBU!” kataku sambil memgang kepala tandanya lupa.“Biar saya antar pakai bajai teman saya.” Ibu-ibu preman itu menawarkan.“Lewat jalan alternative ya, dan pastikan bensinya juga ada.” Kataku menerima penawaran yang disertai persyaratan.“Iya” kata ibu-ibu preman itu dengan tegas dan yakin.
           Menempuh perjalanan 1 kilo aku sampai di SPBU lalu membeli bensin dan aku langsung diantarkan ke TKP mobil mogok oleh ibu-ibu preman yang tak kuketahui namanya itu. Sesampainya di TKP mobil mogok, ku temukan Mama sedang bergulat dengan seorang lelaki yang seprtinya mencoba mengambil alih mobil tanpa bahan bakar itu. Ibu-ibu preman yang mengantarku tadi mencoba membantu, namun lelaki itu sudah babak belur dan kabur meninggalkan kami bertiga. Saat itu aku baru tahu rahasia Mama, bahwa akhir-akhir ini Mama belajar silat. Mama sangat hebat. Aku memuji dalam hati. Tanpa berpikir panjang aku langsung menuju tempat mama.
Mama!” kupeluk  Mama seerat-eratnya, rasanya tidak ingin lepas dari pelukannya.Mama enggak kenapa-kenapa kan?” ku tanya Mama dengan nada penuh kekhawatiran.
“En
“Enggak kenapa-kenapa kok sayang” kata Mama sambil mengelus kepalaku.
Mama juga mengusap air mata dipipiku yang sebagian sudah terminum olehku.“
Mama juga mengusap air mata dipipiku yang sebagian sudah terminum olehku.Sekarang isi mobil dengan bensin dan kita pulang, terus masak yang enak oke?”
Iya Ma”
        Setelah selesai mengisi bensin, Mama baru menyadari bahwa ada orang lain selain Mama dan aku di tempat itu. Aku juga lupa dengan ibu-ibu preman itu. Dan akhirnya Mama bertanya.
Siapa itu sayang?”
“Oh iya.
“Oh iya. Ini ibu yang nyelamatin Ira dari kejaran anjing, dan nganter Ira ke SPBU sampai ke sini”Oh, terimakasih sudah membantu Ira.” Kata Mama berterimakasih kepada ibu-ibu preman itu.“Sama-sama” katanya menjawab. Mama mengajaknya untuk mampir ke rumah, namun dia menolaknya karena alasan bayinya belum minum ASI hari ini.
        Akhirnya aku pulang bersama Mama, ku ceritakan semua yang terjadi. Mama mengelus kepalaku dan mencium keningku setelah sampai di rumah. Ku lihat Papa sedang berada di depan komputer ruang keluarga. Ku tarik tangan Papa perlahan meminta perhatiannya dan menceritakan kejadian tadi. Papa langsung mencium keningku dan mengatakan dia bangga padaku. Aku berencana untuk meperkerjakan ibu-ibu preman itu di rumah yang bisa membantu pekerjaan Mama. Mama sangat setuju dengan rencanaku yang pertama kali ku utarakan ke Papa.

        Keesokan harinya, hujan deras melanda Jakarta. Seminggu hujan melanda,  Jakarta banjir. Sekolah-sekolah di liburkan. Di beberapa daerah banjir bandang melanda. Dan daerah itu adalah daerah tempat ibu-ibu preman itu tinggal.

          Daerah rumahku yang tidak terkena banjir bandang sangat beruntung. Namun di tempat banjir bandang menlanda yang sebagian penduduknya meninggal dunia. Ketika aku mengajak Mama ke tempat tinggal ibu-ibu preman tadi, ternyata ibu-ibu preman itu sudah meningggal dunia bersama bayinya. Ibu-ibu preman itu meninggal dalam keadaan memeluk bayinya dan memeluk agama Islam. Memeluk Islam karena telah berusaha mengucapkan kalimat istigfar dan menyadari keindahan Islam yang membuat hidupnya sedikit lebih tenang. Begitulah ku dengar cerita dari teman ibu-ibu preman yang selamat yang beragaman Islam, yaitu orang yang menpunyai bajai yang di pinjam oleh ibu-ibu preman untuk mengantarkan aku ke SPBU.
Rencanaku tidak terlaksana. Namun setidaknya ibu-ibu preman itu dalam keadaan Islam. Semoga arwahnya di terima oleh Allah swt. Hanya itu saja doaku. Pengalaman ini adalah pengalaman berhargaku bersama dengan kata odoros yang tidak ku ketahui dari mana asalnya. 
  
         Mungkin Allah mengirimkan kata yang tak terduga itu sebagai pengingat kejadian berharga yang tak terduga itu pula.


Permintaan Kecil
Karya : Betania Ilhami Wahida Herawati

Malam itu, ketika hujan turun dengan derasnya, Luna berdiri mengadap jendela. Ia terdiam memandangi rintikan hujan yang turun satu demi satu. Dingin. Itulah yang Luna rasakan. Lalu ia memeluk tubuhnya erat.
                “Ya Allah ..” rintihnya pelan.
                Luna masih berdiri menghadap jendela. Dipejamkannya matanya pelan. Luna menangis. Air bening itu meluncur pelan dipipinya. Ia terisak dalam diam.
                “kenapa semuanya begini Ya Allah ? kenapa ?!” Tanya Luna masih dalam tangis. “kenapa gue nggak pernah ngedapetin kebahagiaan itu ?” tanyanya lagi. Lalu Luna duduk merosot. Ditutupinya mukanya dengan telapak tangannya.  Lalu diingatnya kejadian sore tadi ketika papa dan mamanya kembali ribut hanya karena hal yang sepele.
                “Gue cuma pengen mama sama papa akur Ya Allah ..” kata Luna pelan. “Cuma itu” lanjutnya sambil menyeka air matanya.
                Luna berdiri dan melirik ke arah jam dinding kamarnya. Jam 23.00. pikir Luna. Ia gelisah sambil terus terusan menengok keluar jendela. Luna sedang menunggu mamanya yang belum pulang sejak sore tadi.
                Mama kemana Ya Allah ? kenapa jam segini belum pulang ?. Tanya Luna gelisah dalam hati. Lalu Luna menyandarkan tubuhnya membelakangi jendela, ditadahkannya kedua telapak tangannya, lalu ia mulai berdoa dalam hati kecilnya. Ya Allah .. tolong lindungi mama, kuatkanlah dia Ya Allah .. beri dia keteduhan hati Ya Allah .. Luna sayang banget sama mama Ya Allah .. Luna pengen mama sama papa kembali akur .. amin Ya Allah ..
                Kemudian samar – samar didengarnya suara langkah sepatu sang mama. Dengan cepat Luna membuka pintu kamar lalu menyapanya.
                “Maa ..” panggil Luna pelan.
                Mama menghentikan langkahnya, lalu menoleh kesumber suara. Ia menemukan Luna yang sedang berdiri didepan pintu kamarnya dengan mata sembab yang tampak jelas. Lalu mama tersenyum tipis. “Lho, Luna belum tidur ?” Tanyanya.
                Luna tersenyum. “belum Ma ..” jawab Luna pelan. “Luna lagi nungguin Mama” lanjutnya.
                Mama mengerutkan kening tak mengerti.
                Luna tersenyum lagi. “Luna khawatir sama mama .. Luna takut terjadi apa – apa sama mama” kata Luna pelan menahan tangis. Kemudian mama tersenyum. Luna dapat melihat senyum samar itu. Lalu dengan pelan mama melangkah mendekati Luna, dibelainya rambut Luna dengan lembut. Lalu ia tersenyum getir.
                “maafin mama ya sayang ..” kata Mama lembut.
                Luna tersenyum, air matanya mulai jatuh. Kemudian Luna mendekap erat tubuh sang mama, seakan ingin menumpahkan segala keluh kesahnya melalui tangis dan dekapan erat itu. Luna melepaskan pelukannya terhadap mama. Ia memandang mata sang mama yang terlihat letih dan sayu. Lalu ia tersenyum. Mamapun ikut tersenyum.
                “ini udah malem sayang” kata mama pelan sambil membelai lembut rambut Luna. “Luna harus tidur” lanjut Mama.
                Luna mengangguk lalu tersenyum.
                Mama ikut tersenyum, lalu mengecup kening Luna lembut. “night sayang” kata mama lalu pergi.
                Luna memandangi punggung mama yang berjalan menjauh. “night too Ma ..” kata Luna pelan sambil menyeka air matanya.

                Siang itu, Luna berdiri terpaku menatap pristiwa yang sudah tidak jarang lagi ia saksikan. Masih dengan seragam sekolah lengkapnya ia berdiri didepan pintu rumah megahnya itu.
                Papa sama mama berantem lagi. Kata Luna dalam hati. Kali ini ia membiarkan derai air matanya jatuh membasahi pipi mungilnya. Tak dapat ia cerna apa yang menjadi topik permasalahan antara kedua orang tuanya. Pikirannya berkecamuk, ingin rasanya Luna menghentikan pertengkaran antara mama dan papanya itu.
                “cukup !!” teriak Luna dengan tangan mengepal. Seketika itu papa dan mama Luna menghentikan perdebatannya. Mereka terkejut melihat putri semata wayangnya itu berdiri menangis menyaksikan kejadian yang sepantasnya tidak dilihatnya itu.
                Mama dan papa berpandangan, tetapi tetap diam.
                Luna mulai terisak dalam tangisnya. “cukup pa. cukup ma” kata Luna pelan dalam tangisnya.
                Mama dan papa masih diam.
                “Luna capek. Luna capek ngeliat mama sama papa yang terus – terusan berantem. Papa sama mama itu egois ! papa sama mama nggak pernah ngertiin Luna ! untuk apa rumah gede pa ?! untuk apa sekolah bagus ?! untuk apa punya duit banyak ?! toh duit nggak bakal bisa ngebeli kebahagiaan yang Luna mau kan ?!”
                “sayaanggg ..” mama mengusap pelan lengan Luna.
                “stop ma ! mama mau apa ?!” Tanya Luna mundur selangkah. “mama juga nggak pernah tau gimana Luna yang sekarang. Luna udah gede ma ! Luna udah gede ! Luna bukan anak kecil yang setiap ulang tahun selalu dikasih  boneka atau apalah ! itu nggak perlu maa .. itu nggak perlu buat Luna ! untuk apa mama sama papa nyari duit yang banyak hanya untuk hidup Luna, sedangkan setiap papa sama mama ada dirumah, mama sama papa selalu aja berantem !” tandas Luna.
                Mama mulai meneteskan air mata.
                Hening ..
                Luna menghapus air matanya, lalu ia tersenyum getir. “dulu Luna pikir, ini hanya mimpi buruk .. tapi ternyata Luna salah. Ini nyata” kata Luna pelan mencoba tersenyum. “dan Luna pikir kenyataan ini bakal berakhir dalam hidup Luna, tapi ternyata nggak. Bahkan, mama sama papa nggak pernah tau kalo pada saat ini dan detik ini, Luna adalah remaja yang amat sangat butuh akan perhatian orang tua. Luna ngerti kalau papa sama mama sibuk nyari duit buat Luna .. tapi nggak gini ma, pa. bukan kehancuran ini yang Luna inginkan” kata Luna pelan sambil menitikkan air mata.
                “Luna ..” panggil papa dan mama bersamaan.
                Luna menghapus air matanya lalu mencoba untuk tersenyum. Kemudian diraihnya tangan papa dan mamanya, lalu dipersatukan.
                “pa .. ma .. Luna punya satu permintaan”
                “apa sayang ?” Tanya mama dengan tangis.
                Luna tersenyum. “ tapi papa sama mama harus janji untuk selalu ngejaga apa yang Luna minta ini”
                Papa mengangguk. “papa sama mama janji”
                “luna pengen, papa sama mama tetep akur .. jangan berantem lagi .. please, ini demi Luna ..”
                Papa dan mama berpandangan, lalu tersenyum haru. Mereka mengangguk bersamaan lalu memeluk Luna.
                “maafin papa ya sayang .. papa nggak nyangka sekarang putri kecil papa udah dewasa”
                “mama juga ya sayang ..”
                Luna tersenyum. “luna udah maafin mama sama papa sedari dulu kok”
                Mereka pun makin mengeratkan pelukan mereka satu sama lain.
                Dan akhirnya sekarang gue percaya, kalau setiap hidup seseorang itu sudah diatur sama yang diatas. Ketika kesedihan menyapa, cobalah untuk tetap tersenyum sepedih apapun itu. Gue tau setiap orang menginginkan kebahagiaan, tapi gue juga harus tau bahwa, nggak ada senyum yang lebih indah dari senyum yang sudah berusaha untuk melewati sebuah tangis atau air mata. Dan kita semua harus tau bahwa, everybody wants happiness and nobody wants pain. But we can’t have a rainbow without a little rain.

                                                                                                          







0 komentar: